Wednesday, June 26, 2013

Minat ganti profesi? Penghasilan pengemis di Jakarta lebih besar dari manajer

Makin banyaknya pengemis di jalanan terutama saat dekat-dekat puasa kayanya dipengaruhi oleh semakin "menggiurkannya" penghasilan yang didapat dari profesi yang satu ini. Sekarang pengemis udah semakin beragam ga kaya dulu yang cuma kakek/nenek tua atau ibu-ibu bawa bayi. Sekarang anak-anak juga udah semakin mahir mengemis. Dan biasanya mereka yang udah ngerasain jadi pengemis, ogah buat nyari kerja lain. Kenapa emangnya? Yah.. barusan baca dari merdeka.com, trus gw kopi kesini, biar bisa jadi referensi gw di kemudian hari. (Maaf, ga pake foto, biar ga dibilang menjual kesengsaraan).

Berikut kutipannya.
Dengan muka memelas mereka menyusuri jalan-jalan Jakarta yang berdebu. Menadahkan tangan meminta sedekah. Sebagian tampil dengan anggota tubuh tak lengkap, sebagian lagi membawa bayi mungil yang dekil dalam gendongan. Penampilan para pengemis itu mengundang iba. Selembar seribu atau dua ribuan dengan ikhlas direlakan para dermawan untuk mereka.

Benarkah para pengemis yang setiap hari lalu lalang itu hidup menderita? Ternyata tidak semua.

Petugas Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan menemukan fakta mengejutkan. Dalam sehari, pengemis di Jakarta bisa mengantongi penghasilan sekitar Rp 750 ribu hingga Rp 1 juta.

"Kalau yang segitu biasanya didapat pengemis dengan tingkat kekasihanan yang sangat sangat kasihan. Seperti pengemis kakek-kakek atau ibu-ibu yang mengemis dengan membawa anaknya," ujar Kepala Seksi Rehabilitasi Suku Dinas Sosial Jakarta Selatan, Miftahul Huda saat ditemui di kantornya, Selasa (25/6).

Kemudian, lanjutnya, untuk pengemis dengan tingkat kasihan yang standar atau biasa saja dalam sehari bisa mendapatkan sekitar Rp 450 ribu hingga Rp 500 ribu.

"Itu seperti anak-anak jalanan yang saat mengemis mengandalkan muka memelas," tuturnya.

Satu hari Rp 1 juta, kalikan 30 hari. Pengemis ini bisa dapat Rp 30 juta per bulan. Bermodal perkusi dari tutup botol, anak-anak jalanan mengantongi Rp 12 juta lebih.

Maka silakan bandingkan dengan gaji manajer di Jakarta. Penelusuran merdeka.com, gaji manajer di Jakarta rata-rata berkisar Rp 12 hingga 20 jutaan. Gaji pemimpin cabang sebuah bank rata-rata Rp 16 juta. Sementara Kepala Divisi Rp 20 juta.

Rata-rata butuh waktu sekitar tujuh tahun bagi seorang profesional mencapai level manajer. Tak mudah mencapai posisi itu.

Untuk fresh graduate atau sarjana yang baru lulus dan tak punya pengalaman kerja. Kisaran gajinya Rp 2 juta hingga Rp 3,5 juta. Jika beruntung, ada perusahaan yang mau memberi hingga di atas Rp 4 juta. Tapi sangat jarang.

"Saya kerja jadi teller di bank. Sudah lima tahun, paling bawa pulang Rp 4 juta. Kaget juga dengar pengemis bisa dapet belasan sampai Rp 30 juta," kata Rani, seorang pegawai bank pemerintah saat berbincang dengan merdeka.com.

Luar biasa memang. Gaji seorang manajer kalah oleh pengemis. Teller bank yang selalu tampil cantik dan modis, gajinya hanya sepertiga anak jalanan yang bermodal tampang memelas.

"Karena pendapatan yang terbilang fantastis itulah, para pengemis enggan beralih profesi. Cukup bermodal tampang memelas, tanpa skill apapun mereka bisa dapat uang banyak dengan mudah," kata Miftahul Huda.

Dia menambahkan maraknya pengemis dan gelandangan yang tersebar di Ibukota disinyalir sudah teroganisir. Diduga ada sindikat yang mengatur kelompok pengemis yang kerap mendrop mereka di suatu tempat untuk kemudian 'beroperasi' di wilayah yang telah ditentukan.

"Kita pernah menelusuri ke kampung halamannya. Dan memang nyatanya mereka punya rumah yang bisa dibilang lebih dari cukuplah di kampungnya itu. Itu fakta yang kita dapatkan," jelas Miftahul.

Untuk itu, Miftahul mengimbau kepada masyarakat yang ingin memberikan sumbangan menyalurkan ke tempat yang tepat.

"Dengan menyalurkan ke badan zakat yang resmi, akan disalurkan ke yang berhak menerimanya. Dan secara otomatis ini mengurangi pengemis, karena tidak ada yang mau memberi di jalan," tandasnya.
Sumber: Merdeka.com

Sunday, June 23, 2013

Film The Internship

Saatnya me-review Film, sepertinya bagus. Nampilin google dari dalam, walau bukan film yang dibikin oleh Google, tapi dari resensinya lumayan enak buat dinikmati untuk ngisi waktu luang.... (kalo masih ada waktu luang). Artikel dibawah di kutipan dari kompas.com.


Google adalah perusahaan impian para pencari kerja. Selain dikenal sebagai gudang orang kreatif, raksasa digital yang bermulai dari sebuah mesin pencari ini pun terkenal sangat royal terhadap para Googler (karyawan Google) dan pekerja-pekerja magangnya.

Hal ini pun bikin Hollywood tertarik membuat film tentang para pekerja magang di markas Google di Silicon Valley. Film itu berjudul The Internship dan baru ditayangkan pada 7 Juni lalu.


Dalam The Internship, aktor komedi Vince Vaughn dan Owen Wilson berperan sebagai dua orang salesman yang kariernya jatuh akibat imbas perkembangan digital. Karena ingin membuktikan diri mereka juga kreatif dan tidak ketinggalan zaman, keduanya lalu melamar di Google dan bersaing ketat dengan anak-anak muda, para mahasiswa yang berotak cemerlang.

Di film itu, diceritakan pula tentang Vaughn dan Wilson yang mengikuti tahap-tahap rekrutmen, termasuk wawancara melalui Google Hangout. Film itu juga menampilkan fasilitas-fasilitas yang ada di Googleplex (kantor Google), termasuk kantin di mana para Googler bisa makan dan minum gratis.

Tetapi, apakah film itu sudah akurat menggambarkan lingkungan kerja dan kultur Google? Lalu, apa yang dipikirkan oleh para Googler tentang The Internship?

Bukan film Google

Dalam situs tanya jawab Quora, Jeremy Hoffman, seorang software engineer di Google, menyampaikan pendapatnya soal film tersebut. Singkat kata, menurut dia, The Internship bukanlah film buatan Google. Skripnya tidak dibuat oleh Google. Google juga tidak terlibat dengan para pembuat film dan tidak membayar pembuatan film tersebut.

Kantor Google memang menjadi setting film tersebut dan banyak Googler "numpang lewat" di situ. Tetapi, ungkap Hoffman, ide mengenai film itu datang dari Vince Vaughn. Jadi, bisa dikatakan, apa yang ditampilkan dalam film itu adalah bayangan orang luar mengenai kultur dan kegiatan para Googler dan anak-anak magang di Googleplex.

Meskipun begitu, ada hal-hal yang disukai oleh Hoffman dan para Googler. Pada dasarnya, film itu menafsirkan Google secara baik. Di sana, Googler ditampilkan sebagai orang-orang yang smart, pekerja keras, dan suka bekerja sama.

Googler juga digambarkan sebagai orang-orang yang punya passion untuk mengembangkan produk-produk hebat yang bisa membuat kehidupan banyak orang menjadi lebih baik. Film itu pun menunjukkan bahwa Google menghargai perbedaan serta bisa menjaga para karyawannya untuk bekerja senang dan produktif.

  Berikut ini trailer The Internship

Photo Session 22 Juni 2013 with @grimatheband

Ini beberapa foto no edit dari photo session tgl 22 Juni kemaren pas jadi asisten +si_ery  moto2in @grimatheband. Moto 3 jam cape juga ya, lapernya baru terasa abis moto. Lumayan Ngumpul dari jam 11, baru mulai jam 13 dan baru beres jam 17. Total berapa jam yah.....
Ini baru motonya, belum editnya. Hyahahaha....

Calon sukses nih kayanya band-nya. Lagunya bagus. Ditunggu aja rilis albumnya. Hehehehe





Tuesday, June 18, 2013

Lagi seminar nih

I took this with Camera ZOOM FX for Android. Check it out!! http://bit.ly/qH3Ahd

Monday, June 17, 2013

Xbox ONE vs PS4

Voting dari Xbox ONE vs PS4


 
daan..... 
Ini Hasilnya


Ada yang punya pendapat beda? Jadi kepengen banget punya PS4

Portfolio 3D Jadul

Udah lama ga nyentuh 3D lagi, skrg malah sibuk sama urusan web. Dari dulu sampe sekarang, portfolio di 3D blm ada update masih gini2 aja.


Sama waktu itu sempet belajar di Nocturnal Training Center, buat belajar sculpting di zbrush, dan sejak materi terakhir, masih mandek juga nih.
Masih segini, blum update lagi.


Musti belajar lebih giat lagi nih 3D nya, klo ngga bisa mandek.... wekkksss